Berita
Local

Penyedia Layanan Mendapat Pelatihan Reintegrasi Berkelanjutan

International Organization for Migration (IOM) Indonesia, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, menyelenggarakan Pelatihan Reintegrasi Berkelanjutan bagi Penyedia Layanan selama dua hari (24-25 Juli) di Jakarta. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para penyedia layanan dalam menjalankan program-program reintegrasi yang memprioritaskan partisipasi penerima manfaat, sensitif gender, penilaian yang disesuaikan dengan kebutuhan sambil memastikan keberlanjutan. Pelatihan ini diikuti oleh 28 perwakilan (11 perempuan dan 17 laki-laki) dari penyedia layanan pemerintah dan non-pemerintah dari tingkat nasional dan provinsi. 

Manajer Program IOM Indonesia, Sebastien Reclaru, menjelaskan, “Reintegrasi berkelanjutan merupakan proses multidimensi yang melibatkan dimensi ekonomi, sosial dan psikososial pada tingkat individu, komunitas dan struktural. Untuk mencapai ini diperlukan tindakan kolaboratif bersama pemerintah, non-pemerintah, komunitas dan penerima manfaat itu sendiri.”

Selama pelatihan, peserta menerima 4 materi pokok, termasuk pendekatan terpadu untuk reintegrasi, reintegrasi di tingkat individu, reintegrasi di tingkat komunitas, dan monitoring dan evaluasi untuk program reintegrasi. Peserta bertukar praktik terbaik dalam pelaksanaan reintegrasi di lingkungan kerja masing-masing dan berlatih merancang program reintegrasi berkelanjutan. Sejalan dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, pelatihan ini diselenggarakan untuk mendukung upaya pemerintah memberikan layanan kepada pekerja migran yang kembali dan memastikan reintegrasi yang berkelanjutan.

Pelatihan ini turut difasilitasi oleh Manajer Proyek IOM, Among Resi, dalam sesinya menjelaskan “Untuk memastikan reintegrasi yang berkelanjutan, penting untuk memperoleh dukungan di tingkat struktural dimana terdapat kebijakan yang relevan dengan tata kelola migrasi serta koordinasi dan kerjasama yang baik antar pemangku kepentingan. Program reintegrasi harus tetap memprioritaskan perlindungan bagi pekerja migran yang kembali.”

Program reintegrasi di Indonesia umumnya berfokus pada reintegrasi ekonomi di tingkat individu. Fasilitator pelatihan dari SBMI, Ernawan, menyoroti dampak ekonomi dari SBMI Mart, sebuah koperasi yang didirikan sebagai bagian dari program reintegrasi yang didukung oleh IOM. “Beberapa program reintegrasi memang berhasil, namun banyak pula yang gagal karena sulitnya melakukan monitoring dan evaluasi, kurangnya pengetahuan mengenai manajemen keuangan, tidak ada mekanisme kontrol usaha, dan sistem dukungan yang terbatas. Mendirikan SBMI Mart dalam bentuk koperasi masyarakat yang dikelola dan didedikasikan oleh mantan pekerja migran dapat memberdayakan mereka secara ekonomi”.

Sementara itu, perwakilan Kementerian Sosial, Ajeng K Tadjuddin, juga menjelaskan layanan reintegrasi yang tersedia. “Layanan reintegrasi ini dapat diakses melalui mekanisme ATENSI (Asistensi Rehabilitasi Sosial) yang tersedia di kantor Dinas Sosial di seluruh Indonesia,” kata Ajeng.

Seorang wakil dari BP2MI menyoroti dua kendala utama dalam program pemberdayaan tersebut. Jumlah program pemberdayaan relatif rendah dibandingkan dengan jumlah TKI yang pulang. Hal ini terutama karena keterbatasan anggaran dan terbatasnya pendampingan setelah pelatihan pemberdayaan. Sinergi antar kementerian dan lembaga menjadi kunci untuk menindaklanjuti dampak”, ujar Florensia Agustina Tobing dari BP2MI.

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan dapat merancang dan mengimplementasikan reintegrasi berkelanjutan bagi pekerja migran yang pulang maupun korban perdagangan orang. IOM tetap berkomitmen untuk mempromosikan migrasi yang manusiawi dan tertib sambil mendukung upaya nasional untuk memperkuat perlindungan pekerja migran dan korban perdagangan manusia.

Pelatihan ini didukung oleh Uni Eropa melalui program Ship to Shore Rights South East Asia.