Berita
Local

Peningkatan kapasitas instruktur dalam memberikan orientasi pra-keberangkatan bagi calon Pekerja Migran Indonesia di Sektor Kelapa Sawit

Melalui pelatihan untuk para instruktur tentang pelaksanaan orientasi pra-keberangkatan (PDO), IOM bertujuan untuk melindungi pekerja kelapa sawit di koridor Indonesia-Malaysia dengan lebih baik.

Sektor kelapa sawit merupakan salah satu kontributor yang signifikan pada perekonomian nasional Indonesia dan Malaysia dengan kontribusi sebesar 1,5-2,5% dari PDB Indonesia dan 2,7% dari PDB Malaysia. Industri ini juga berperan penting dalam menyediakan lapangan kerja dan pendapatan bagi jutaan orang. Di Indonesia saja, lebih dari 6 juta pekerja yang bekerja di perkebunan kelapa sawit dan terdapat banyak pekerja yang terlibat dalam rantai pasok kelapa sawit. Industri ini menawarkan peluang yang signifikan bagi pekerja migran dari berbagai negara, seperti Bangladesh, Nepal, India, khususnya Indonesia.

Untuk memberikan perlindungan lebih lanjut terhadap pekerja migran Indonesia di sektor kelapa sawit, khususnya yang berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), International Organization for Migration (IOM) mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas para instruktur Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI), pengawas ketenagakerjaan, serikat pekerja, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam memberikan orientasi pra-keberangkatan bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebelum mereka diberangkatkan ke Malaysia. Pelatihan ini diselenggarakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 9-11 Juli dan diikuti oleh lebih dari 60 orang perwakilan dari lembaga pemerintah dan non-pemerintah.

Kepala BP3MI NTB, Noerman Adhiguna menekankan pentingnya pelatihan PDO ini mengingat jumlah pekerja migran asal NTB yang bekerja di sektor kelapa sawit cukup signifikan. “Pelatihan ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas pelatih BP3MI, Dinas Tenaga Kerja, dan LSM dalam membekali calon PMI dengan informasi dan pengetahuan penting yang diperlukan untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia. Hal ini termasuk memahami rantai pasok kelapa sawit, asuransi ketenagakerjaan, serta kesehatan dan keselamatan kerja,” ujarnya. Selama pelatihan, para peserta dibagi menjadi lima kelompok di mana setiap kelompok diminta untuk mengembangkan rencana pengajaran. Setelah itu, seluruh peserta melakukan simulasi dimana satu perwakilan dari setiap kelompok mendemonstrasikan dan mempraktekkan rencana pengajaran mereka selama lima belas menit, seolah-olah mereka benar-benar menyampaikan sesi PDO, sementara peserta lainnya berakting sebagai pekerja migran.

Mucharom Ashadi, Direktur Penempatan Non-Pemerintah di kawasan Asia-Afrika BP2MI Jakarta menyoroti bahwa modul PDO yang ada saat ini masih belum memadai dan belum dapat menjawab tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh para pekerja migran di lapangan. “Bekerja sama dengan IOM, sebuah modul baru telah dirancang untuk melengkapi sesi PDO yang sudah ada. Tujuannya adalah untuk secara khusus mencakup sektor dan negara tempat para pekerja migran akan dipekerjakan, yaitu sektor kelapa sawit di Malaysia. Inisiatif ini sejalan dengan ketentuan dalam UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mewajibkan pemerintah, di semua tingkatan dari pusat hingga desa, untuk memberikan informasi dan sosialisasi tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran,” katanya.

Sementara itu, Eny Rofiatul Ngazizah, National Project Officer IOM Indonesia, juga menyatakan bahwa salah satu langkah untuk memitigasi risiko kerja paksa dan memastikan migrasi yang aman adalah dengan menyediakan informasi yang akurat dan mudah diakses sebelum keberangkatan ke negara penempatan. “Dengan memiliki akses terhadap informasi tersebut, para PMI dapat memahami standar kerja yang aman, waspada terhadap risiko, hak dan mengerti tanggung jawab pekerja selama bekerja di perkebunan, serta terhindar dari risiko kerja paksa atau menjadi korban perdagangan orang. IOM Indonesia mencatat dalam kurun waktu 2005-2023, terdapat 317 pekerja migran yang teridentifikasi sebagai korban perdagangan orang di sektor kelapa sawit. Selain pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan komunitas lokal yang mendampingi pekerja migran juga memiliki peran penting dalam memberikan informasi dengan cara yang ramah dan mudah dipahami,” jelasnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat, I Gede Putu Aryadi memberikan apresiasi kepada BP3MI NTB dan IOM Indonesia atas inisiatifnya dalam memberdayakan para PMI. “Penyediaan informasi yang akurat kepada para PMI mengenai peluang kerja internasional diharapkan dapat meminimalisir maraknya calo di lapangan. Selain itu, PMI yang berdaya diharapkan dapat menjunjung tinggi keselamatan dan meningkatkan produktivitas di tempat mereka bekerja,” ujarnya. Di bawah Proyek Kelapa Sawit untuk Rakyat: Mitigasi Risiko Kerja Paksa, Mempromosikan Perekrutan yang Bertanggung Jawab dan Praktik Ketenagakerjaan yang Adil yang didanai oleh Consumer Goods Forum - Human Rights Coalition (CGF-HRC), IOM Indonesia mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam menghapus praktik kerja paksa dalam rantai pasokan, mendorong perekrutan yang beretika, dan membantu sektor perkebunan di Malaysia untuk mendeteksi praktik-praktik kerja paksa di dalam rantai pasokan perusahaan-perusahaan anggota CGF-HRC.