-
Siapa Kami
Siapa KamiOrganisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) adalah bagian dari Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur untuk kepentingan semua. IOM telah hadir di Indonesia sejak 1979.
Tentang
Tentang
IOM Global
IOM Global
-
Kerja kami
Kerja KamiSebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur, IOM memainkan peran kunci untuk mendukung pencapaian Agenda 2030 melalui berbagai bidang intervensi yang menghubungkan bantuan kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, IOM mendukung para migran melalui berbagai kegiatan pemukiman kembali, dukungan dan pelindungan.
Apa yang kami lakukan
Apa yang kami lakukan
Cross-cutting (Global)
Cross-cutting (Global)
- Data dan sumber informasi
- Ambil Aksi
- 2030 Agenda
Pelatihan Pengenalan Rekrutmen Beretika untuk Agen Perekrutan Swasta di Sektor Kelapa Sawit
Bersama dengan Consumer Goods Forum, IOM menyelenggarakan Pelatihan Pengenalan Etika Perekrutan untuk Agen Perekrutan Swasta Pekerja Migran Indonesia (PMI) di sektor kelapa sawit koridor Indonesia-Malaysia. Acara ini berlangsung di Tangerang pada tanggal 16-17 Mei 2023.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Pelaksana Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang mempekerjakan pekerja migran di sektor perkebunan di bawah koridor Indonesia-Malaysia untuk mengurangi risiko eksploitasi tenaga kerja terhadap pekerja migran, termasuk risiko perdagangan orang dan kerja paksa dalam rantai bisnis mereka. Pelatihan ini juga dirancang untuk membantu P3MI mengidentifikasi pola perekrut yang beretika dan menyelaraskan praktik bisnis mereka dengan prinsip-prinsip Sistem Integritas Perekrutan Internasional (International Recruitment Integrity System/IRIS).
Sektor kelapa sawit merupakan kontributor yang signifikan bagi perekonomian nasional Indonesia dan Malaysia dan merupakan sumber pendapatan bagi jutaan orang. Berdasarkan data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) periode Januari-Maret 2023, penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia mencapai 24.656 orang, di mana sebagian besar bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit. Meskipun PMI sangat diminati untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia, namun beberapa pelanggaran sering terjadi di sektor ini, seperti kerja paksa, pekerja anak, pemotongan gaji, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu, Estimasi Perbudakan Modern global pada tahun 2017 menunjukkan bahwa pekerja perkebunan, termasuk pekerja perempuan, mengalami diskriminasi dan kondisi kerja dan kehidupan di bawah standar.
Survei Pemerintah Malaysia pada tahun 2018 menunjukkan bahwa 8 dari setiap 1.000 pekerja perkebunan, sebagian besar adalah pekerja migran, berada dalam kondisi kerja paksa. Selain itu, laporan tersebut juga mencatat bahwa 33.600 anak berusia 5-17 tahun bekerja di perkebunan. Pemerintah Indonesia, melalui BP2MI, juga melaporkan 14 pengaduan pada bulan Maret 2023 dari PMI yang bekerja di Malaysia, yang merupakan jenis pengaduan tertinggi kedua. Salah satu masalah yang dikeluhkan oleh para PMI adalah biaya penempatan yang melebihi ketentuan. Situasi ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas dan penjangkauan yang berkelanjutan mengenai perekrutan yang beretika dan hak-hak pekerja, terutama bagi pekerja migran di sektor perkebunan di Malaysia.
Terlepas dari pelanggaran yang sering terjadi, Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah berkomitmen untuk memberikan perlindungan dan menjamin hak-hak pekerja migran serta memperkuat upaya untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di sektor perkebunan. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi semua konvensi dasar ILO, dan Malaysia telah meratifikasi 6 dari 10 konvensi, terutama Protokol Kerja Paksa ILO pada tahun 2014. Perlindungan bagi PMI juga diatur dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang bertujuan untuk mendesentralisasikan proses penempatan pekerja migran dan meningkatkan sistem perlindungan yang terkoordinasi. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga membentuk pusat layanan terpadu satu atap bagi pekerja migran untuk memberikan dukungan kepada calon pekerja migran dalam mempersiapkan proses migrasi administratif yang diperlukan, termasuk mengakses informasi yang dapat dipercaya terkait dengan migrasi keluar, seperti yang diamanatkan oleh UU No. 18/2017.
Dalam acara tersebut, Rizki Inderawansyah, National Programme Officer IOM Indonesia, menyatakan bahwa IOM percaya bahwa proses migrasi yang dikelola dengan baik akan memberikan manfaat bagi semua pihak, mulai dari pekerja migran itu sendiri, pemberi kerja, agen perekrutan, negara asal, hingga negara tujuan.
Inderawansyah juga mengatakan, "Upaya untuk memastikan perlindungan hak-hak pekerja migran tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga P3MI. Merujuk pada data BP2MI pada Maret 2023, P3MI berhasil menempatkan sebanyak 18.615 pekerja migran, menempatkan mereka pada peran penting dalam memastikan perlindungan pekerja migran dan migrasi yang aman."
Sementara itu, Sri Andayani, Direktur Penempatan Non Pemerintah Kawasan Asia- Afrika dari BP2MI juga menyatakan bahwa P3MI harus mengupayakan perlindungan dari PMI. Penempatan PMI di pemberi kerja yang berbadan hukum di negara penempatan harus melalui mitra usaha. P3MI yang tidak mematuhi kewajibannya seperti yang tertera dalam PP 59 tahun 2021 akan menerima sanksi administratif.
IOM, bekerja sama dengan pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil, telah mengembangkan standar IRIS yang bertujuan untuk memastikan perlindungan hak-hak pekerja migran; meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses perekrutan; mendorong penggunaan prinsip "majikan yang membayar"; dan memperkuat kebijakan publik, peraturan dan mekanisme penegakan hukum.
IOM Indonesia, di bawah kerangka kerja program berjudul "Mitigasi Risiko Kerja Paksa, Mempromosikan Perekrutan yang Bertanggung Jawab dan Praktik Ketenagakerjaan yang Adil", bertujuan untuk mendukung Consumer Goods Forum - Human Rights Coalition (CGF-HRC) dalam memberantas praktik-praktik kerja paksa dalam rantai pasok, mempromosikan perekrutan yang beretika, dan membantu sektor perkebunan di Malaysia untuk mendeteksi praktik-praktik kerja paksa di dalam rantai pasok perusahaan-perusahaan anggota CGF-HRC.