-
Siapa Kami
Siapa KamiOrganisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) adalah bagian dari Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur untuk kepentingan semua. IOM telah hadir di Indonesia sejak 1979.
Tentang
Tentang
IOM Global
IOM Global
-
Kerja kami
Kerja KamiSebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur, IOM memainkan peran kunci untuk mendukung pencapaian Agenda 2030 melalui berbagai bidang intervensi yang menghubungkan bantuan kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, IOM mendukung para migran melalui berbagai kegiatan pemukiman kembali, dukungan dan pelindungan.
Apa yang kami lakukan
Apa yang kami lakukan
Cross-cutting (Global)
Cross-cutting (Global)
- Data dan sumber informasi
- Ambil Aksi
- 2030 Agenda
IOM dan MOFA Menyelenggarakan Lokakarya dan Pelatihan untuk Memperkuat Perlindungan Migran Indonesia di Saat Krisis
Tangerang, Indonesia – Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), bekerja sama dengan Direktorat Perlindungan Warga Negara Kementerian Luar Negeri, menyelenggarakan lokakarya dan pelatihan pedoman Migrants in Countries in Crisis (MICIC) di Indonesia. Pelatihan yang diadakan pada tanggal 30 dan 31 Agustus 2023 ini bertujuan untuk memberikan rincian langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan untuk mendukung dan melindungi WNI di luar negeri pada saat krisis guna mengurangi kerentanan mereka. Lokakarya dan pelatihan ini menggunakan pendekatan partisipatif, sehingga memungkinkan peserta berkontribusi aktif terhadap pembelajaran mereka sendiri. Pelatihan ini difasilitasi bersama oleh staf MICIC dari IOM dan tenaga ahli dari Kementerian Luar Negeri, yang pernah terlibat langsung dalam tanggap darurat di negara-negara yang mengalami krisis.
Di dunia yang terhubung ini, semakin banyak orang yang tinggal dan bekerja di luar negeri. Ada kalanya, negara yang mereka tinggali mengalami krisis, seperti konflik, bencana alam, pandemic, gejolak internal, dan paparan zat kimia berbahaya. Para migran kerap terjebak dalam situasi ini dan menjadi rentan, terutama karena mereka tidak termasuk dalam kelompok target program kesiapsiagaan krisis dan tanggap darurat.
Situasi migran di negara-negara yang mengalami krisis diakui dalam berbagai kerangka kerja internasional, termasuk Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration (GCM) tahun 2018, yang menyoroti upaya meminimalkan penyebab migrasi paksa dan mengurangi kerentanan migran. Inisiatif MICIC merupakan respons terhadap kebutuhan migran di negara-negara yang mengalami krisis, mencakup kesiapsiagaan krisis, tanggap darurat, dan tindakan pasca krisis. Melalui Inisiatif MICIC, serangkaian pedoman dikembangkan untuk memberikan saran praktis dalam mengelola dimensi mobilitas dalam krisis dan rekomendasi tentang bagaimana migrasi dapat berkontribusi terhadap ketahanan, pemulihan, dan kesejahteraan komunitas dan masyarakat kita.
“MICIC sudah dipraktikkan sejak lama, bahkan sebelum Global Compact Migration diluncurkan. Para migran yang tinggal dan bepergian ke luar negeri menghadapi banyak kerentanan, seperti kendala bahasa, terutama ketika mereka mengalami perdagangan manusia dan penipuan, yang menyebabkan mereka terjerumus ke dalam perbudakan. IOM Indonesia sangat mengapresiasi upaya Pemerintah Indonesia dalam melindungi warga negaranya di negara-negara yang mengalami krisis,” kata Jeffrey Labovitz, Kepala Misi IOM Indonesia dalam sambutan pembukaannya.
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Perlindungan Warga Negara Kementerian Luar Negeri telah menciptakan mekanisme, kebijakan, dan program untuk mengatasi krisis tersebut bagi warga negara yang tinggal di luar negeri, khususnya di pengungsian. Indonesia telah melakukan 12 kali evakuasi dalam 12 tahun terakhir di 12 negara, menyelamatkan sekitar 8.654 WNI, termasuk pada masa awal penyebaran COVID-19 di Wuhan dan konflik di Kyiv. Jika sumber daya tambahan tersedia, Perwakilan Indonesia di Luar Negeri juga dapat membantu evakuasi warga negara lain berdasarkan kemanusiaan, kerja sama bilateral, dan tanggung jawab global.
Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, mengatakan pelatihan ini penting untuk mempersiapkan mereka menghadapi krisis di masa depan dan melindungi WNI di luar negeri. “Melindungi WNI di luar negeri adalah bagian dari mandat kami. Pada saat krisis, langkah-langkah yang diambil menjadi lebih kompleks. Untungnya, kami telah menyiapkan rencana darurat untuk krisis di Ukraina dan berhasil mengevakuasi warga negara tersebut ketika serangan terjadi. Sebagian besar keberhasilan kami juga berkat bantuan dari IOM dan badan-badan PBB lainnya. Pelatihan ini meningkatkan pengetahuan dan kapasitas kami untuk menangani krisis di masa depan dan melindungi warga negara kami dengan lebih baik. Kami pasti akan mengadopsi pelatihan ini untuk lebih melatih personel kami baik di Indonesia maupun di misi luar negeri”.
“Saya sangat terkesan dengan dua hari pelatihan ini. Pelatihan ini sangat bermanfaat bagi kami sebagai diplomat baru atau diplomat junior karena kami belajar banyak tentang implementasi praktis bagaimana kami melindungi WNI di luar negeri. Saya mengetahui permasalahan negara-negara tersebut, namun saya tidak mengetahui realitas negara-negara yang sedang mengalami krisis. Pelatihan semacam ini sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama atau lebih sering, terutama bagi kita yang ingin berkarir di bidang ini,” ujar Bayu Arif Ramadhan, Staf Direktorat Sosial, Budaya, dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Kementerian Luar Negeri.
Kegiatan ini mendorong peserta untuk berbagi informasi yang diperoleh melalui pengalaman mereka sendiri untuk memberikan wawasan tentang masalah-masalah umum. Informasi dan pengalaman yang dibagikan oleh para peserta diharapkan dapat membantu kontekstualisasi MICIC di Indonesia, sehingga Kementerian Luar Negeri dapat menggunakannya sebagai panduan pelatihan kelembagaan. Selain itu, pengetahuan dan wawasan yang diperoleh dari kegiatan ini diharapkan dapat dipraktikkan dan diterapkan secara luas untuk meningkatkan tindakan dan respons kolektif terhadap kebutuhan para migran dalam krisis untuk menjamin keselamatan, martabat, dan kesejahteraan para migran dan masyarakat secara keseluruhan.
Implementasi MICIC di Indonesia berkontribusi pada implementasi Deklarasi dan Pedoman Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarga dalam Situasi Krisis, yang diadopsi pada tanggal 30 Agustus 2023 oleh Pertemuan Menteri Perburuhan ASEAN (ALMM).
Kegiatan ini didukung oleh Bureau for Population, Refugees, and Migration (PRM) Departemen Luar Negeri AS melalui Asia Regional Migration Program (Asia RMP) yang dilaksanakan oleh IOM di 12 negara, termasuk Indonesia.