Berita
Local

IOM dan Kementerian Luar Negeri Mengadakan Diskusi Publik untuk Memperkuat Tata Kelola Migrasi di Indonesia yang Melibatkan Berbagai Pemangku Kepentingan

Jakarta – Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) bersama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada hari Rabu, 12 Juni 2024, mengadakan diskusi publik tentang tata kelola migrasi di Indonesia dan Rencana Aksi Nasional (RAN) Global Compact of Migration (GCM). Acara hybrid ini dihadiri oleh 110 peserta yang hadir secara langsung dan 52 peserta daring dari kementerian dan lembaga terkait, institusi pemerintah daerah, diaspora, organisasi masyarakat sipil (CSO), akademisi, lembaga nasional hak asasi manusia, dan pemangku kepentingan lainnya. Sebelum diskusi, laporan Indikator Tata Kelola Migrasi (MGI) untuk Indonesia dan Provinsi Jawa Tengah yang dikembangkan melalui beberapa konsultasi nasional dan lokal sejak Maret 2023, secara awal diluncurkan. Laporan MGI ini menjadi dasar diskusi.

"Migrasi dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, kohesi sosial, dan pembangunan. Namun, migrasi juga dapat menimbulkan risiko terutama jika tidak ditata atau dikelola dengan baik. Oleh karena itu, sangat penting bagi negara-negara untuk memiliki kebijakan yang efektif dan koheren yang sesuai dengan prioritas nasional dan komitmen internasional. MGI ini dikembangkan untuk memberikan penilaian yang komprehensif dan objektif tentang tata kelola migrasi di Indonesia," kata Jeffrey Labovitz, Kepala Misi IOM Indonesia, dalam sambutannya.

Indonesia adalah negara jawara dari Global Compact of Migration (GCM), perjanjian pertama yang dinegosiasikan antar-pemerintah tentang migrasi yang aman, tertib, dan reguler, yang mencakup semua dimensi migrasi internasional secara holistik dan komprehensif. Sebagai negara jawara, Indonesia telah menyusun RAN untuk GCM 2022-2025 setelah beberapa kali konsultasi dengan berbagai kementerian dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

"Pemerintah Indonesia mengembangkan MGI ini untuk mengidentifikasi pencapaian prioritas dan kesenjangan dalam kebijakan migrasi di tingkat nasional dan lokal. Diharapkan MGI ini akan menjadi acuan untuk memahami kebijakan migrasi yang komprehensif yang dapat mendorong sinergi dalam mengembangkan kebijakan masa depan, memperkuat komitmen setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melindungi migran, serta memastikan tata kelola migrasi yang baik dari hulu hingga hilir," kata Penny Dewi Herasati, Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang di Kemenlu, dalam sambutan pembukaannya.

Acara ini juga dihadiri oleh Gita Sabharwal, Koordinator Residen PBB di Indonesia, yang menekankan pentingnya MGI dalam menutup kesenjangan kebijakan dan mengatasi tantangan migrasi. "Peluncuran MGI menetapkan jalur untuk menangani tantangan yang dihadapi migrasi secara komprehensif. Ini juga secara strategis menjembatani kesenjangan kebijakan sebagai penggerak perlindungan migran yang lebih besar. MGI adalah alat untuk menilai kebijakan terkait migrasi dan menjadi dasar untuk kolaborasi dan membangun dialog antara pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta dan agen perekrutan," katanya.

Diskusi publik ini dibagi menjadi tiga sesi. Dua sesi pertama membahas tujuan GCM nomor 5 dan 7, sedangkan sesi terakhir mengumpulkan wawasan tentang implementasi rencana aksi GCM di Indonesia. Dalam sesi diskusi Tujuan GCM 7 (Melindungi Pekerja Migran Indonesia), Judha Nugraha, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia, Kemenlu menekankan pentingnya MGI untuk memastikan migrasi yang aman. "Melalui laporan ini, kita tahu bahwa Indonesia memiliki undang-undang yang relevan, aspek kelembagaan yang baik, dan program-program migrasi yang ada. Tantangan berikutnya adalah bagaimana kita memastikan semua alat yang kita miliki dapat membawa dampak positif bagi migrasi," katanya.

Pada sesi RAN GCM, Ary Aprianto, Koordinator Fungsional di Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang di Kemlu dari Kementerian Luar Negeri mengatakan, "Alasan utama partisipasi Indonesia dalam proses negosiasi GCM adalah karena sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 2017, yang memandang perlindungan pekerja migran harus dimulai dari tingkat desa. Perlindungan harus diberikan dalam semua rangkaian migrasi, dari hulu ke hilir."

Diskusi publik ini didukung oleh dana Migration Multi-Partner Trust Fund (MMPTF) melalui program Tata Kelola Migrasi untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia yang berkolaborasi dengan IOM, UNDP, dan UN Women.

 

 A blue and purple background with white text</p>
<p>Description automatically generated A blue and white sign with white text</p>
<p>Description automatically generatedA blue square with white text and a logo</p>
<p>Description automatically generated