-
Siapa Kami
Siapa KamiOrganisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) adalah bagian dari Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur untuk kepentingan semua. IOM telah hadir di Indonesia sejak 1979.
Tentang
Tentang
IOM Global
IOM Global
-
Kerja kami
Kerja KamiSebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur, IOM memainkan peran kunci untuk mendukung pencapaian Agenda 2030 melalui berbagai bidang intervensi yang menghubungkan bantuan kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, IOM mendukung para migran melalui berbagai kegiatan pemukiman kembali, dukungan dan pelindungan.
Apa yang kami lakukan
Apa yang kami lakukan
Cross-cutting (Global)
Cross-cutting (Global)
- Data dan sumber informasi
- Ambil Aksi
- 2030 Agenda
Dimana ada matahari, di situ ada kehidupan. Kekuatan matahari ini terpancar di tempat penampungan sementara para pengungsi Rohingya di lokasi terpencil, yang memanfaatkan tenaga surya sebagai pembangkit listrik. Tempat penampungan yang dibangun seadanya di dekat lokasi pendaratan pengungsi Rohinya pada bulan Februari 2024 ini menampung 137 orang yang berasal dari tempat-tempat pengungsian di Bangladesh.
Mendarat di lokasi terpencil
Dikelilingi oleh sungai-sungai yang tenang dan hutan yang lebat, berbatasan langsung dengan Selat Malaka, terdapat wilayah pesisir Pantai Kuala Parek, Aceh Timur. Perahu yang ditumpangi pengungsi Rohingya pada bulan Februari lalu mencapai daratan di daerah ini, 13 kilometer dari desa terdekat. Sebelum pemerintah mengalokasikan tempat penampungan bagi para pengungsi, maka mereka harus tetap tinggal di tempat mereka mendarat, sehingga memindahkan para pengungsi ke tempat lain yang memiliki infrastruktur yang lebih baik tidak mungkin dilakukan.
Kepala desa yang begitu proaktif dan ramah telah mengalokasikan sebidang tanah kosong untuk pemukiman sementara mereka. Berita tentang kedatangan para pengungsi dengan cepat menyebar ke seluruh desa Kuala Parek, memicu rasa khawatir sekaligus penasaran di antara penduduk desa. Menyikapi hal ini, para penduduk bergotong royong menyediakan makanan, minuman, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya, sebuah bentuk simpati yang luar biasa terhadap para pengungsi.
Terlepas dari kendala bahasa, rasa solidaritas perlahan-lahan muncul di antara penduduk desa dan para pengungsi Rohingya. Melalui kebaikan-kebaikan dan pengalamanhidup yang sama, kedua kelompok ini menemukan kembali benang merah kemanusiaan yang melampaui perbedaan budaya dan bahasa. Namun, satu hal yang tidak dapat dipenuhi oleh penduduk desa adalah kebutuhan akan listrik - dan IOM harus segera menemukan solusinya.
Bekerja sama dengan pemerintah setempat, IOM mengatasi permasalahan minimnya pasokan listrik di penampungan tersebut dengan menyediakan penerangan di lokasi yang tidak memiliki jaringan listrik menggunakan tenaga surya, demikian penjelasan Cristin Panoto Thaba, Transit Site Assistant IOM di Aceh Timur. “Meskipun biaya awal pemasangan panel surya lebih tinggi, namun dalam jangka panjang akan lebih hemat,” ujarnya. Lampu-lampu tersebut menggunakan beberapa baterai kecil yang terpasang di panel-panel tersebut untuk menyimpan listrik yang akan digunakan saat matahari terbenam.
IOM memasang empat lampu berkekuatan 400 watt untuk penerangan jalan umum, dengan panel surya yang ditempatkan di tiang-tiang tinggi untuk memaksimalkan paparan sinar matahari. Selain itu, ada sepuluh lampu bertenaga surya yang ditempatkan di dalam ruang keluarga. “Tanpa penerangan, tempat pengungsian kami tidak akan bisa dihuni,” ujar salah satu pengungsi yang mewakili kelompok Rohingya.
Meski pemasangan lampu di tempat pengungsian ini merupakan langkah kecil, namun hal tersebut mendorong kemajuan besar menuju solusi yang berkelanjutan dan inovatif.
Tenaga surya adalah bentuk energi terbarukan, di mana sinar matahari diubah menjadi listrik atau bentuk energi lain yang dapat kita gunakan dan merupakan sumber energi yang bebas karbon. Sistem ini tidak menimbulkan polusi dan tidak mengeluarkan karbon-dioksida selama pengoperasiannya: setelah dipasang, sistem ini tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim.
“Sistem penerangan tenaga surya yang kami pasang di tempat pengungsian ini sangat efektif dalam meningkatkan akses terhadap fasilitas dan keamanan di malam hari, sekaligus mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan kami,” ujar Stefano Bresaola, Koordinator Program IOM Indonesia.
Bresaola menambahkan bahwa IOM kini tengah mempertimbangkan untuk memasang lampu tenaga surya di beberapa lokasi penampungan sementara lainnya di Indonesia untuk menggantikan penggunaan listrik.