-
Siapa Kami
Siapa KamiOrganisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) adalah bagian dari Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur untuk kepentingan semua. IOM telah hadir di Indonesia sejak 1979.
Tentang
Tentang
IOM Global
IOM Global
-
Kerja kami
Kerja KamiSebagai organisasi antar-pemerintah terkemuka yang mempromosikan migrasi yang manusiawi dan teratur, IOM memainkan peran kunci untuk mendukung pencapaian Agenda 2030 melalui berbagai bidang intervensi yang menghubungkan bantuan kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, IOM mendukung para migran melalui berbagai kegiatan pemukiman kembali, dukungan dan pelindungan.
Apa yang kami lakukan
Apa yang kami lakukan
Cross-cutting (Global)
Cross-cutting (Global)
- Data dan sumber informasi
- Ambil Aksi
- 2030 Agenda
"Mendukung penempatan kembali pengungsi ke negara ketiga dengan aman dan bermartabat tetap menjadi inti dari misi global IOM."
Amy E.Pope
Organisasi Migrasi International (IOM)
Direktur Jenderal
Indonesia merupakan rumah sementara bagi lebih dari 12.700 pengungsi dan pencari suaka yang terpaksa meninggalkan negaranya karena penganiayaan, konflik, pelanggaran hak asasi manusia, atau ancaman lain terhadap keselamatan mereka. Dalam perjalanan mencari sebuah tempat yang lebih aman, banyak dari mereka mempertaruhkan nyawa, beberapa di antaranya dengan mengarungi ribuan mil lautan di mana kelaparan, penyakit, dan kematian menghantui mereka setiap saat.
Namun, tiba di negara penerima tidak serta merta mengakhiri penderita mereka. Para pengungsi menghadapi banyak hambatan dengan terbatasnya akses pendidikan dan tidak adanya izin untuk bekerja, serta perbedaan budaya dan bahasa antara pengungsi dan masyarakat setempat. Banyak dari mereka yang merasa hidup mereka terhenti tanpa kepastian akan solusi jangka panjang bagi masalah pengungsian mereka – seperti pemukiman kembali ke negara ketiga, rumah baru yang permanen. Individu dan keluarga menunggu dengan putus asa selama rata-rata 9-10 tahun sebelum berita tentang kesempatan untuk bermukim di luar negeri menghidupkan kembali harapan dan semangat mereka.
Meskipun penempatan ke negara ketiga bukan merupakan hak bagi mereka yang membutuhkan perlindungan internasioal, namun hal itu merupakan salah satu solusi jangka panjang bagi para pengungsi dan sebagai bentuk ekspresi solidaritas internasional serta tanggung jawab bersama dengan negara-negara yang menampung pengungsi dalam jumlah besar.
Tahun ini, lebih dari 1.000 pengungsi yang telah tinggal sementara di Indonesia dimukimkan kembali ke negara ketiga termasuk Selandia Baru, Australia, Kanada, dan masih banyak lagi. IOM merekam perasaan para individu dan keluarga di pintu keberangkatan sebelum mereka memulai perjalanan mereka untuk memulai kehidupan yang baru.
Kisah Ahmad dan Syifa*
Konflik bersenjata di Somalia telah berlangsung sejak awal tahun 1990-an, ketika pemerintahan militer Presiden Siad Barre runtuh. Sejak saat itu, negara ini terperosok ke dalam kekacauan dan perang saudara yang berkepanjangan.
Konflik ini telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang serius, dengan meluasnya pengungsian, kekerasan, serta kurangnya layanan dan infrastruktur dasar. Somalia terus berjuang untuk membentukan pemerintahan yang stabil dan fungsional, dan berbagai kelompok bersenjata terus berjuang untuk memperebutkan kekuasaan dan kendali atas berbagai wilayah di negara tersebut.
Perjalanan Syifa dari Somalia ke Indonesia pada tahun 2018 merupakan contoh konsekuensi kemanusiaan dari konflik yang sedang berlangsung di Somalia. Ia meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan berkumpul kembali dengan suaminya, yang telah hidup sebagai pengungsi di Indonesia sejak 2013.
"Impian saya adalah membangun sebuah keluarga dengan suami saya. Namun, hal itu tidak mungkin terjadi di Somalia. Anak-anak tidak dapat tumbuh [di lingkungan] aman dan nyaman di sana karena konflik yang masih terus berlangsung," ujar Syifa dalam wawancara singkatnya dengan IOM.
Menurut Laporan Dunia Human Rights Watch 2022, anak-anak terus menanggung beban berat akibat ketidakamanan, konflik, dan minimnya reformasi di Somalia. Anak-anak dibunuh, disiksa, diserang di sekolah-sekolah, dan direkrut sebagai tentara anak, menurut laporan tersebut.
"Negara saya sudah tidak aman lagi," kata Syifa.
"Ketika Syifa akhirnya bisa bergabung dengan saya di Indonesia, saya sangat senang," ujar Ahmad, suami Syifa. Selama berada di Indonesia, Ahmad tinggal di salah satu akomodasi yang dikelola oleh IOM dibawah program Refugee Care and Assistant (RCA). Sementara itu, Syifa, yang tiba lebih belakangan, tinggal secara mandiri.
Sembari menunggu proses penempatan ke negara ketiga, Ahmad mengaku sering merasa cemas akan masa depannya yang tidak menentu. Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun sebagai pengungsi di Indonesia, suatu hari mereka akhirnya menerima kabar baik tentang resettlement mereka.
"Saya senang sekali karena akhirnya kami dapat melanjutkan hidup kami di negara lain," ujar Ahmad kepada staf IOM di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Sementara itu, dengan suara bersemangat, Syifa mengatakan bahwa ia merasa lega karena dapat memulai sebuah keluarga di lingkungan yang aman dan nyaman, jauh dari konflik yang pernah ia alami.
"Terima kasih kepada IOM atas segala bantuannya selama kami berada di Indonesia," ujar Ahmad sambil melambaikan tangan di pintu keberangkatan.
Kisah Hilal*
Hilal dan keluarganya merupakan bagian dari lebih dari 3.800 pengungsi Afghanistan yang tinggal sementara di Indonesia.
"Keluarga saya sudah tinggal di Indonesia selama 10 tahun. Saya baru berusia delapan tahun saat pertama kali datang ke Indonesia. Namun sejak saat itu, hidup saya seperti berputar di tempat," jelas Hilal. Ayah Hilal memiliki sebuah toko di Afghanistan. Ia menjual segala sesuatu mulai dari buku tulis hingga kaset video. Karena perang yang berkepanjangan, toko tersebut terpaksa ditutup dan Hilal, orang tuanya, serta ketiga saudaranya harus mengungsi untuk mencari tempat yang lebih aman.
Di Indonesia, Hilal melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMA dengan bantuan IOM. Namun, ia tetap merindukan kehidupan yang ia alami saat tinggal di tanah kelahirannya. "Saya bisa pergi dan bermain di toko ayah saya kapan saja," kenang Hilal. "Saya ingin keluarga saya memiliki kehidupan yang layak seperti dulu."
Keinginan Hilal akhirnya terwujud saat mereka naik pesawat ke negara lain, untuk memulai kehidupan mereka yang baru di tempat baru. Milad dan adik-adiknya berharap dapat melanjutkan sekolah, bermain dan menghabiskan masa muda mereka bersama teman-teman mereka. Ayahnya akan mencari pekerjaan apa saja untuk menghidupi keluarganya, sementara ibunya berencana untuk bekerja di salon kecantikan dan belajar bahasa Inggris.
Sambil berjalan mendekati gerbang keberangkatan, Hilal mengatakan bahwa hidupnya mula berputar kembali, perlahan, dan kemudian semakin cepat. “Saya dan keluarga sangat senang akhirnya bisa memulai babak baru dalam hidup kami di negara ketiga.”
Ayah Hilal, Najib, (37) juga memiliki harapan yang sama: “Saya tahu bahwa memulai hidup baru di tempat baru menjadi tantangan bagi kami, namun kami akan belajar dan melakukan yang terbaik untuk beradaptasi. Anak-anak saya dapat kembali bersekolah dan memiliki masa depan yang cerah. Saya akan bekerja di negara yang baru. Saya akan melakukan semua yang dapat saya lakukan.”
Kisah Ali*
Ali (30) adalah seorang pemuda asal Afghanistan yang tiba di Indonesia sebelas tahun yang lalu. Selama tinggal di Indonesia, ia tinggal mandiri di daerah Bogor, Jawa-Barat.
“Saya tidak bisa bekerja di Indonesia karena saya adalah pengungsi. Namun, saya menguasai pekerjaan di bidang konstruksi. Jadi saya membantu banyak pekerjaan konstruksi di Indonesia secara sukarela,” jelas Ali.
Ketika kabar tentang kesempatan untuk bermukim kembali sampai kepadanya, Ali sangat bahagia. “Saya mendapatkan resettlement melalui skema sponsor. Calon istri saya tinggal di negara lain mensponsori saya untuk tinggal disana,” katanya.
Sebelum berjalan melewat gerbang keberangkatan, Ali mengucapkan rasa terimakasinya. “Saya berterima kasih kepada Indonesia yang telah mengijinkan saya tinggal selama sebelas tahun dan saya juga berterima kasih kepada IOM yang telah membantu dalam proses keberangkatan saya ke negara yang baru.” Ia melambaikan tangannya sambil tersenyum melintasi konter imigrasi untuk memasuki perjalanan panjang menggapai impiannya.
IOM - Penempatan ke Negara Ketiga
International Organization for Migration (IOM) di Indonesia memfasilitasi pemukiman kembali ke negara ketiga melalui kerja sama yang erat dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), pemerintah, dan pihak-pihak lainnya. Dukungan IOM meliputi kegiatan kesehatan pra-migrasi, bantuan perpindahan, dan dukungan integrasi pra-keberangkatan. Sejak tahun 2011, IOM Indonesia telah berhasil membantu pemukiman kembali yang aman dan bermartabat bagi lebih dari 9.000 pengungsi ke negara ketiga di seluruh dunia.
*Nama-nama diganti untuk melindungi identitas narasumber.