Berita
Local

Kurangi Eksploitasi Tenaga Kerja di Sektor Perkebunan, IOM Berikan Pelatihan untuk Agen Perekrutan

Pelatihan Pengenalan Rekrutmen Etis di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 27-28 Februari 2024

Untuk meningkatka kapasistas Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang mempekerjakan pekerja migran di sektor perkebunan di sepanjang perbatasan Indonesia – Malaysia, IOM mengadakan Pelatihan Pengenalan Perekrutan yang Beretika di  Mataram, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 27-28 Februari 2024. Pelatihan ini bertujuan untuk memitigasi risiko ekspolitasi tenaga kerja di kalangan pekerja migran, termasuk ancaman perdagangan orang dan kerja paksa dalam rantai bisnis mereka. Acara yang didanai oleh Consumer Goods Forum - Human Rights Coalition ini bertujuan untuk mengurangi risiko eksploitasi tenaga kerja, perdagangan orang, dan kerja paksa dalam rantai bisnis perkebunan. Pelatihan ini juga dirancang untuk membantu P3MI dalam mengenali pola perekrutan yang etis dan menyelaraskan praktik bisnis mereka dengan prinsip-prinsip Sistem Integritas Perekrutan Internasional (International Recruitment Integrity System/IRIS). 

Dalam sambutannya, Eny Rofiatul Ngazizah, National Project Officer di IOM Indonesia, menekankan peran agen penempatan dalam memastikan perlindungan pekerja migran. "Hal ini bukan hanya menjadi kewajiban pemerintah, tetapi juga pelaksana penempatan pekerja migran atau P3MI, seperti yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2017. P3MI memiliki peran krusial dalam memastikan perlindungan pekerja migran dan proses migrasi yang aman sampai ke negara tujuan. Oleh karena itu, P3MI perlu memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk melakukan uji tuntas dan menerapkan prinsip-prinsip perekrutan yang beretika dan pekerjaan yang layak dalam merekrut pekerja migran di setiap bagian dari proses bisnis mereka," jelasnya. 

Sektor kelapa sawit merupakan kontributor yang signifikan bagi perekonomian nasional Indonesia dan Malaysia serta menjadi sumber pendapatan bagi jutaan orang. Data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) periode Januari-November 2023 menunjukkan bahwa penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia mencapai 60.000 orang, di mana sebagian besar bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit.   Menurut data Counter Trafficking IOM, terdapat 317 orang yang teridentifikasi sebagai korban perdagangan orang di sektor perkebunan. Situasi ini menunjukkan perlunya pendekatan menyeluruh dari pemerintah untuk memastikan migrasi yang teratur dan aman. 

Nourman Adhiguna, Kepala BP3MI NTB menyatakan, "pada tahun 2023 ada sekitar 27.000 pekerja migran Indonesia dari Nusa Tenggara Barat dengan mayoritas lebih dari 400 pengaduan dari pekerja migran yang berangkat melalui proses yang tidak prosedural," Adhiguna menjelaskan seraya menekankan pentingnya penempatan yang prosedural untuk memenuhi standar internasional, jika tidak maka produk kelapa sawit tidak dapat diekspor.  

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat, I Gede Putu Aryadi, dalam sambutannya menekankan bahwa mengikuti prosedur yang benar ketika bermigrasi ke luar negeri dapat menghindarkan para pekerja dari segala bentuk eksploitasi. "Menjadi pekerja migran adalah pilihan yang tidak dibatasi oleh pemerintah atau negara. Namun, menjadi tanggung jawab setiap individu dan pemangku kepentingan terkait untuk memastikan bahwa pekerja migran tidak dieksploitasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur dan persyaratan yang benar untuk keberangkatan mereka ke negara tujuan. 

Selain itu, Gede juga menyoroti pentingnya sinergi antara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan P3MI sebagai penyedia lapangan kerja. Pada tahun 2021, Kementerian Ketenagakerjaan meluncurkan poinplus, sebuah platform yang menjembatani lembaga pelatihan dan pendidikan dengan P3MI. Platform ini dibuat karena ada beberapa kasus di mana para calo mengambil banyak uang dari calon pekerja migran. Oleh karena itu, sangat penting untuk terlibat dengan agen penempatan untuk menghilangkan praktek-praktek seperti itu. IOM, telah bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil, untuk mengembangkan standar IRIS. Tujuan dari standar ini adalah untuk melindungi hak-hak pekerja migran, mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam proses perekrutan, mendorong penerapan prinsip "Pemberi Kerja yang Membayar", dan meningkatkan efektivitas kebijakan publik, peraturan dan mekanisme penegakan hukum. 

IOM Indonesia, di bawah program "Mitigasi Risiko Kerja Paksa, Mempromosikan Perekrutan yang Bertanggung Jawab dan Praktik Ketenagakerjaan yang Adil", juga memberikan dukungan kepada Consumer Goods Forum - Human Rights Coalition (CGF-HRC) untuk menghapuskan praktik-praktik kerja paksa dalam rantai pasok, mendorong perekrutan yang beretika, dan membantu sektor perkebunan di Malaysia untuk mendeteksi praktik-praktik eksploitasi tenaga kerja di dalam rantai pasok perusahaan-perusahaan anggota CGF-HRC.